Jumat, 02 Juni 2017

HAKIKAT HAM






PENDAHULUAN
I.                   Latar belakang
Hak asasi manusia menjadi salah satu tema yang cukup sulit dihadapkan oleh komunitas islam di seluruh dunia. Dalam banyak pewancanaan, isalm dijadikan salah satu senjata ampuh untuk menolak hak asasi manusia oleh suatu Negara. Padahal didalamnya, terdapat serangkaian kewajiban Negara yang harus diimplementasikannya untuk kepentingan warga Negara. Dalam perkembanganya, islam dan hak asasi manusia mengalami hubungan yang beragam, baik di tataran politik internasional maupun di dalam ruang – ruang diskusi.
Hak asasi manusia seakan menjadi ancaman bagi komunitas islam dan tatanan nilai yang diwarisinya selama berabad-abad. Demikian sebaliknya, secara politik dan di luar dari kerangka norma yang dimilikinya, HAM seakan terus memaksakan diri untuk dapat diterima dalam oleh seluruh komunitas di dunia. Padahal, pandangan dikotomis ini justru tidak memberikan dampak positif bagi penegakan dan perllindungan hak asasi manusia itu sendiri, lebih jauh lagi, pandangan tersebut justru menjadikan HAM dan Islam terus berada pada titik yang semakin jauh berseberangan satu sama lain, tanpa dapat dinegosiasikan. Lebih ironis lagi, Negara menggunakan perpektif tersebut untuk abai terhadap kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap warga Negara.
Oleh karena demikian itu, sebelum penulis bahas lebih jauh lagi tentang permasalahan HAM, alangkah lebih baiknya jika pembahasan yang pertama ini, membahas tentang Hakikat Ham serta prinsip – prinsip HAM dan jenis – jenis HAM.
II.                Rumusan masalah
A.    Apa yang dimaksud dengan HAM?
B.     Apa saja prinsip – prinsip HAM?
C.     Sebutkanlah jenis – jenis HAM?


III.             Tujuan masalah
1.      Memahami pengertian Hak asasi manusia.
2.      Mampu menyebutkan dan menjelaskan prinsip – prinsip HAM.
3.      Mampu menjelaskan jenis – jenis HAM serta menyebutkannya.





















PEMBAHASAN
             A.    Pengertian Hak asasi manusia (HAM)
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata- mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia[1]. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable)[2]. Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Menurut pendapat jan materson (dari komisi ham pbb), dalam teaching human right, united nations sebagaimana dikutip baharudin lopa menegaskan bahwa ham adalah hak-hak yang melekat pada setiap diri manusia, yang tanpanya manusia mustahil manusia hidup sebagai manusia. John locke menyatakan bahwa ham adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta sebagai hak yang kodrati. (mansyur effendi, 1994)[3].
Sedangkan secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun[4].
Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat manusia adalah hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak tergantung pada pengakuan manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
          B.     Prinsip – Prinsip HAM
`Beberapa prinsip telah menjiwai hak-hak asasi manusia internasional. Prinsip-prinsip terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap Negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Tiga contoh di antaranya akan didiskusikan di bawah ini[5].
1)      Prinsip Kesetaraan
                  Hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia kontemporer adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia.
·         Definisi dan Pengujian Kesetaraan
Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, di mana pada situasi yang berbeda diperlakukan dengan berbeda pula.
·         Tindakan Afirmatif (atau Diskriminasi Positif)
Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda tetapi diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus menerus walaupun standar hak asasi manusia telah ditingkatkan. Karena itulah penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna mencapai kesetaraan. Tindakan afirmatif mengizinkan Negara untuk memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili. Misalnya, jika seorang laki-laki dan perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar untuk perkerjaan yang sama, tindakan afirmatif dapat dilakukan dengan mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar di lowongan pekerjaan tersebut daripada perempuan. Contoh lain, beberapa Negara mengizinkan masyarakat adat untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi dengan berbagai kebijakan yang membuat mereka diperlakukan secara lebih (favourable) dibandingkan dengan orang-orang non adat lainnya dalam rangka untuk mencapai kesetaraan. Contoh yang lebih detil dapat dilihat pada Pasal 4 CEDAW dan Pasal 2 CERD. Catatannya adalah bahwa tindakan afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran tertentu hingga kesetaraan itu dicapai. Namun ketika kesetaraan telah tercapai, maka tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi.
2)      Prinsip Diskriminasi
Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian penting Prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan).
·         Definisi dan Pengujian Diskriminasi
Apakah diskriminasi itu? Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama/setara.
·         Diskriminasi Langsung dan Tidak Langsung
Diskriminasi langsung adalah ketika seseorang baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan dengan berbeda (less favourable) daripada lainnya. Diskriminasi tidak langsung muncul ketika dampak dari hukum atau dalam praktek hukum merupakan bentuk diskriminasi, walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas akan berpengaruh lebih besar kepada perempuan daripada kepada laki-laki.
·         Alasan Diskriminasi
Hukum hak asasi manusia internasional telah memperluas alas an diskriminasi. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan beberapa asalan dskriminasi antara lain ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasional atau kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda (property), kelahiran atau status lainnya. Semua hal itu merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin banyak pula instrument yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur dan cacat tubuh.
3)      Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu
Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak Boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan.
·         Arti
Untuk kebebasan berekspresi, sebuah negara boleh memberikan Kebebasan dengan memberikan sedikit pembatasan. Satu-satunya pembatasan adalah suatu hal yang secara hukum disebut sebagai pembatasan-pembatasan (sebagaimana akan didiskusikan di bawah ini). Untuk hak untuk hidup, Negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi hak-hak dan kebebasan- kebebasan secara positif yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah, maka negara berkewajiban membuat aturan hukum yang melarang pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state actor) melanggar hak untuk hidup. Penekanannya adalah bahwa negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup dan bukan bersikap pasif.
·         Beberapa Contoh
Di antara beberapa contoh yang paling umum adalah hak untuk hidup dan pelarangan penyiksaan. Negara tidak boleh mengikuti kesalahan Negara lain yang melanggar ketentuan hak untuk hidup atau melanggar larangan penyiksaan. Negara tidak boleh membantu negara lain untuk menghilangkan nyawa seseorang atau melanggar larangan penyiksaan. Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya, hal ini memunculkan masalah bagi suatu Negara ketika mempertimbangkan untuk menolak mengakui status pengungsi, mendeportasi orang-orang non nasional ataupun menyetujui permintaan ekstradiksi.
         C.    Jenis –Jenis Hak asasi manusia
Istilah “Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu daripada “Universal Declaration of Human Right” tahun 1948[6]. namun demikian dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam zaman orde baru pelaksanaan hak asasi manusia kurang memuaskan sesuai dengan UUD 1945, sehingga kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, setela rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka lembaga tertinggi negara (MPR) telah merumuskan hak asasi manusia itu dlam ketetapan, yang kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945. Dalam Ketetapan MPR NO.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia dengan sistematikanya, yaitu sebagai berikut.

o   Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia
o   Piagam hak asasi manusia.

Dalam ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia merumuskan Hak Asasi Manusia, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :
a.       alam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus d ihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” UUD 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok. Termasuk hak asasi manusia.
b.      Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. kedua konstitusi itu mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam bidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
c.       Denagn tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada sidang MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana pada sidang MPR tahun 1968 akan dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi membahas karena masalah yang mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan konsolidasi nasional setelah G30S/PKI.
d.      Berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia.

Dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia telah dinyatakan pula sikap dan pandangan bangsa Indonesia terhadap “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) PBB tahun 1948[7], bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab unutk menghormati ketentuan yang tercantum dalm deklarasi tersebut. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/1988 terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut.

1.      Hak untuk hidup
2.      Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3.      Hak Mengembangkan Diri
4.      Hak Keadilan
5.      Hak Kemerdekaan
6.      Hak atas Kebebasan Informasi
7.      Hak Keamanan
8.      Hak Kesejahteraan
9.      Kewajiban
10.  Perlindungan dan Kemajuan

Materi hak asasi manusia ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan membuat suatu bab tersendiri, yaitu tentang hak asasi manusia yang terdiri atas 10 pasal (pasal 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28j). Disamping pasal tentang hak asasi tersebut di atas Perubahan Kedua UUD 1945 telah merubah Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan tentang agama (Pasal 29), pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian nasional dan kesejahteraan social (pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR 2002. hasilnya Pasal 29 tetap seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain mengalami perubahan[8].








PENUTUP
  Ø  Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan.
Prinsip-prinsip HAM yan sering terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas terbagi menjadi tiga, Yakni sebagai beikut : Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap Negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu.
Jenis-jenis ham yang di atur dalam Undang – undang Dasar 1945 Republik Indonesia dalam pasal 28A Sampai 28J yakni sebagai berikut: hak untuk hidup(28A), hak berkeluarga(28B), hak mengembangkan diri(28C), hak keadilan(28D), hak kemerdekaan(28E), hak berkomunikasi(28F), hak keamanan(28G), hak kesejahteraan(28H), hak perlindungan (28I), kewajiban asasi(28J).












DAFTAR PUSTAKA
Cranston, Maurice. What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973.
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003.
Karina, Felicia. Dkk.  Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008.
Smith, Rhona K. M. Dkk. Hukum Hak Asasi manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008)
Undang – undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia
Wahidin. 2008. Makalah Pkn tentang Hak Asasi Manusia (HAM).



[1] Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003, hlm. 7-21. Juga Maurice Cranston, What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, hlm. 70.
[2] Rhona K. M. Smith, Dkk. Hukum Hak Asasi manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008) hlm. 28
[3] Wahidin. 2008. Makalah Pkn tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
[4] Karina Felicia, Dkk.  Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008. Hlm. 6
[5] Rhona K. M. Smith, Dkk. Hukum Hak Asasi manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008) hlm. 56
[6] Karina Felicia, Dkk.  Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008. Hlm. 7
[7] Karina Felicia, Dkk.  Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008. Hlm. 8
[8] Undang – undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, hlm. 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar