PENDAHULUAN
I.
Latar belakang
Hak asasi manusia menjadi salah satu tema yang cukup sulit
dihadapkan oleh komunitas islam di seluruh dunia. Dalam banyak pewancanaan,
isalm dijadikan salah satu senjata ampuh untuk menolak hak asasi manusia oleh
suatu Negara. Padahal didalamnya, terdapat serangkaian kewajiban Negara yang
harus diimplementasikannya untuk kepentingan warga Negara. Dalam perkembanganya,
islam dan hak asasi manusia mengalami hubungan yang beragam, baik di tataran
politik internasional maupun di dalam ruang – ruang diskusi.
Hak asasi manusia seakan menjadi ancaman bagi komunitas islam dan
tatanan nilai yang diwarisinya selama berabad-abad. Demikian sebaliknya, secara
politik dan di luar dari kerangka norma yang dimilikinya, HAM seakan terus
memaksakan diri untuk dapat diterima dalam oleh seluruh komunitas di dunia.
Padahal, pandangan dikotomis ini justru tidak memberikan dampak positif bagi penegakan
dan perllindungan hak asasi manusia itu sendiri, lebih jauh lagi, pandangan tersebut
justru menjadikan HAM dan Islam terus berada pada titik yang semakin jauh
berseberangan satu sama lain, tanpa dapat dinegosiasikan. Lebih ironis lagi,
Negara menggunakan perpektif tersebut untuk abai terhadap kewajiban dan
tanggung jawabnya terhadap warga Negara.
Oleh karena demikian itu, sebelum penulis bahas lebih jauh lagi
tentang permasalahan HAM, alangkah lebih baiknya jika pembahasan yang pertama
ini, membahas tentang Hakikat Ham serta prinsip – prinsip HAM dan jenis – jenis
HAM.
II.
Rumusan masalah
A.
Apa
yang dimaksud dengan HAM?
B.
Apa
saja prinsip – prinsip HAM?
C.
Sebutkanlah
jenis – jenis HAM?
III.
Tujuan masalah
1.
Memahami
pengertian Hak asasi manusia.
2.
Mampu
menyebutkan dan menjelaskan prinsip – prinsip HAM.
3.
Mampu
menjelaskan jenis – jenis HAM serta menyebutkannya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak asasi manusia (HAM)
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata- mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia[1]. Dalam
arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap
mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut.
Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable)[2].
Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau
betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia
dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu
melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Menurut pendapat jan materson (dari komisi ham pbb), dalam teaching
human right, united nations sebagaimana dikutip baharudin lopa menegaskan bahwa
ham adalah hak-hak yang melekat pada setiap diri manusia, yang tanpanya manusia
mustahil manusia hidup sebagai manusia. John locke menyatakan bahwa ham adalah
hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta sebagai hak yang
kodrati. (mansyur effendi, 1994)[3].
Sedangkan secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat
dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak
dasar. Hak itu ada pada setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam
Tap.MPR No.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi
manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati
dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin
kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang
tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun[4].
Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat
manusia adalah hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal,
berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak
tergantung pada pengakuan manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini
diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang tidak dapat
diabaikan.
B.
Prinsip – Prinsip HAM
`Beberapa prinsip telah menjiwai
hak-hak asasi manusia internasional. Prinsip-prinsip terdapat di hampir semua
perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas.
Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang
dibebankan kepada setiap Negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu.
Tiga contoh di antaranya akan didiskusikan di bawah ini[5].
1) Prinsip Kesetaraan
Hal yang sangat
fundamental dari hak asasi manusia kontemporer adalah ide yang meletakkan semua
orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia.
·
Definisi
dan Pengujian Kesetaraan
Kesetaraan
mensyaratkan adanya perlakuan yang setara, di mana pada situasi sama harus
diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan, di mana pada situasi yang
berbeda diperlakukan dengan berbeda pula.
·
Tindakan
Afirmatif (atau Diskriminasi Positif)
Masalah muncul
ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda tetapi diperlakukan secara
sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan
ini akan terjadi terus menerus walaupun standar hak asasi manusia telah
ditingkatkan. Karena itulah penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna mencapai
kesetaraan. Tindakan afirmatif mengizinkan Negara untuk memperlakukan secara
lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili. Misalnya, jika seorang
laki-laki dan perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar
untuk perkerjaan yang sama, tindakan afirmatif dapat dilakukan dengan
mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan karena lebih banyak
laki-laki yang melamar di lowongan pekerjaan tersebut daripada perempuan.
Contoh lain, beberapa Negara mengizinkan masyarakat adat untuk mengakses
pendidikan yang lebih tinggi dengan berbagai kebijakan yang membuat mereka
diperlakukan secara lebih (favourable) dibandingkan dengan orang-orang
non adat lainnya dalam rangka untuk mencapai kesetaraan. Contoh yang lebih
detil dapat dilihat pada Pasal 4 CEDAW dan Pasal 2 CERD. Catatannya adalah
bahwa tindakan afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran tertentu
hingga kesetaraan itu dicapai. Namun ketika kesetaraan telah tercapai, maka
tindakan ini tidak dapat dibenarkan lagi.
2) Prinsip Diskriminasi
Pelarangan terhadap diskriminasi
adalah salah satu bagian penting Prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara,
maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan
afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan).
·
Definisi
dan Pengujian Diskriminasi
Apakah
diskriminasi itu? Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan
perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama/setara.
·
Diskriminasi
Langsung dan Tidak Langsung
Diskriminasi
langsung adalah ketika seseorang baik langsung maupun tidak langsung
diperlakukan dengan berbeda (less favourable) daripada lainnya.
Diskriminasi tidak langsung muncul ketika dampak dari hukum atau dalam praktek
hukum merupakan bentuk diskriminasi, walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan
diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas akan berpengaruh
lebih besar kepada perempuan daripada kepada laki-laki.
·
Alasan
Diskriminasi
Hukum hak asasi manusia internasional telah memperluas alas an
diskriminasi. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan beberapa asalan
dskriminasi antara lain ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
pendapat politik atau opini lainnya, nasional atau kebangsaan, kepemilikan akan
suatu benda (property), kelahiran atau status lainnya. Semua hal itu
merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin banyak pula instrument yang
memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur dan
cacat tubuh.
3)
Kewajiban
Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu
Menurut hukum hak asasi manusia
internasional, suatu negara tidak Boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan
kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif
untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan
kebebasan-kebebasan.
·
Arti
Untuk kebebasan berekspresi, sebuah negara boleh memberikan
Kebebasan dengan memberikan sedikit pembatasan. Satu-satunya pembatasan adalah
suatu hal yang secara hukum disebut sebagai pembatasan-pembatasan (sebagaimana
akan didiskusikan di bawah ini). Untuk hak untuk hidup, Negara tidak boleh
menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat aturan hukum dan mengambil
langkah-langkah guna melindungi hak-hak dan kebebasan- kebebasan secara positif
yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah, maka negara berkewajiban
membuat aturan hukum yang melarang pembunuhan untuk mencegah aktor non negara
(non state actor) melanggar hak untuk hidup. Penekanannya adalah bahwa negara
harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup dan bukan bersikap
pasif.
·
Beberapa
Contoh
Di antara beberapa contoh yang paling umum adalah hak untuk hidup
dan pelarangan penyiksaan. Negara tidak boleh mengikuti kesalahan Negara lain
yang melanggar ketentuan hak untuk hidup atau melanggar larangan penyiksaan.
Negara tidak boleh membantu negara lain untuk menghilangkan nyawa seseorang
atau melanggar larangan penyiksaan. Sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya,
hal ini memunculkan masalah bagi suatu Negara ketika mempertimbangkan untuk
menolak mengakui status pengungsi, mendeportasi orang-orang non nasional
ataupun menyetujui permintaan ekstradiksi.
C.
Jenis –Jenis Hak asasi manusia
Istilah
“Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun
substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang Tubuh,
maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu daripada
“Universal Declaration of Human Right” tahun 1948[6].
namun demikian dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam
zaman orde baru pelaksanaan hak asasi manusia kurang memuaskan sesuai dengan
UUD 1945, sehingga kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, setela rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka
lembaga tertinggi negara (MPR) telah merumuskan hak asasi manusia itu dlam
ketetapan, yang kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945. Dalam
Ketetapan MPR NO.XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia dengan sistematikanya,
yaitu sebagai berikut.
o
Pandangan
dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia
o
Piagam
hak asasi manusia.
Dalam
ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia merumuskan
Hak Asasi Manusia, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :
a.
alam
Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus d ihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” UUD 1945
menetapkan aturan dasar yang sangat pokok. Termasuk hak asasi manusia.
b.
Rumusan
hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga
telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat dan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950. kedua konstitusi itu mencantumkan secara
rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam bidang konstituante
upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
c.
Denagn
tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada sidang
MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan
Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan Piagam hak asasi manusia dan
hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana pada sidang MPR tahun 1968 akan
dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi membahas karena masalah yang
mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan konsolidasi nasional setelah
G30S/PKI.
d.
Berdasarkan
Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang
mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong bangsa Indonesia
untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa
Indonesia.
Dalam
Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia telah dinyatakan pula sikap dan
pandangan bangsa Indonesia terhadap “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Right) PBB tahun 1948[7],
bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab unutk
menghormati ketentuan yang tercantum dalm deklarasi tersebut. Piagam Hak Asasi
Manusia Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/1988
terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut.
1.
Hak
untuk hidup
2.
Hak
Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3.
Hak
Mengembangkan Diri
4.
Hak
Keadilan
5.
Hak
Kemerdekaan
6.
Hak
atas Kebebasan Informasi
7.
Hak
Keamanan
8.
Hak
Kesejahteraan
9.
Kewajiban
10.
Perlindungan
dan Kemajuan
Materi
hak asasi manusia ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan
membuat suatu bab tersendiri, yaitu tentang hak asasi manusia yang terdiri atas
10 pasal (pasal 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28j). Disamping
pasal tentang hak asasi tersebut di atas Perubahan Kedua UUD 1945 telah merubah
Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan
tentang agama (Pasal 29), pendidikan dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian
nasional dan kesejahteraan social (pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR
2002. hasilnya Pasal 29 tetap seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain
mengalami perubahan[8].
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta
kodrat manusia, oleh sebab itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada
setiap manusia dan merupakan sifat kemanusiaan.
Prinsip-prinsip HAM yan sering terdapat di hampir semua perjanjian
internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas terbagi
menjadi tiga, Yakni sebagai beikut : Prinsip kesetaraan, pelarangan
diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap Negara
digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu.
Jenis-jenis ham yang di atur dalam Undang – undang Dasar 1945 Republik
Indonesia dalam pasal 28A Sampai 28J yakni sebagai berikut: hak untuk
hidup(28A), hak berkeluarga(28B), hak mengembangkan diri(28C), hak
keadilan(28D), hak kemerdekaan(28E), hak berkomunikasi(28F), hak keamanan(28G),
hak kesejahteraan(28H), hak perlindungan (28I), kewajiban asasi(28J).
DAFTAR PUSTAKA
Cranston,
Maurice. What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973.
Donnely, Jack. Universal
Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and
London, 2003.
Karina, Felicia. Dkk. Hak
asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008.
Smith, Rhona K. M. Dkk. Hukum Hak
Asasi manusia, (Yogyakarta : PUSHAM UII, 2008)
Undang –
undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia
Wahidin. 2008. Makalah
Pkn tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
[1] Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice, Cornell
University Press, Ithaca and London, 2003, hlm. 7-21. Juga Maurice Cranston, What
are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, hlm. 70.
[2] Rhona K. M. Smith, Dkk. Hukum Hak Asasi manusia, (Yogyakarta
: PUSHAM UII, 2008) hlm. 28
[3] Wahidin. 2008. Makalah Pkn tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
[4] Karina Felicia, Dkk. Hak
asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta, 2008. Hlm. 6
[6] Karina Felicia, Dkk.
Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta,
2008. Hlm. 7
[7] Karina Felicia, Dkk.
Hak asasi manusia, The London School of Public Relations. Jakarta,
2008. Hlm. 8
[8]
Undang – undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, hlm. 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar